Kepunahan Mengancam Bahasa Etnis Indonesia Timur
Jakarta, indonesiatimur.co. Sebanyak 169 bahasa etnik di Indonesia Timur masuk ke dalam golongan bahasa yang terancam punah karena hanya tinggal dituturkan oleh sekitar 500 orang saja. Hal tersebut dikemukakan oleh pakar linguistik Universitas Indonesia, Prof Multamia RMT Lauder.
“Penuturnya kurang dari 1.000, maka masuk golongan bahasa yang terancam punah karena kalau orang yang mengucapkannya sedikit akan sulit bertahan,” kata Mia, demikian dia akrab disapa, dalam diskusi Pengembangan dan Perlindungan Kekayaan Budaya di Jakarta, Rabu (12/12).
Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI tersebut berargumen bahwa kepunahan bahasa etnik antara lain disebabkan oleh aturan adat seperti hanya raja yang boleh mengakses dokumen-dokumen kuno.
“Sekarang dalam kondisi yang kritis misalnya, dokumen merupakan salah satu media yang bisa menjadi alat pemertahanan karena kita sebarkan. Kalau tidak boleh disebarkan sama saja tidak boleh bahasa itu dipertahankan,” kata dia.
Menurutnya, ada dua skenario yang menyebahkan bahasa menjadi hilang. Pertama, Imigrasi, yaitu kumpulan komunitas bahasa lain dari luar mengambil atau meminggirkan komunitas bahasa etnik daerah. Misalnya, komunitas bahasa Tomini-Tolitoli terpinggirkan dengan orang Bugis yang penuturnya lebih banyak dari mereka.
“Kedua, Emigrasi, komunitas bahasa Tomini-Tolitoli keluar dari wilayahnya seiring berkembangnya alat transportasi,” kata dia.
Di sekolah, lanjut dia, bahasa Indonesia yang menjadi dominan juga menjadi penyebab terpinggirkannya bahasa etnik.
“Akhir 80-an, program televisi ataupun film berbahasa asing kebanyakan dilengkapi dengan terjemahan Indonesia,” ujar dia.
Oleh karena itu, revitalisasi bahasa diperlukan untuk memperlambat kematian bahasa etnik dan revitalisasi itu sendiri harus dilihat dari tiga hal.
“Pertama, transmisi bahasa ibu dari generasi tua ke muda. Kedua, seberapa banyak pemakaian bahasa. Ketiga, Jumlah penuturnya,” kata dia.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI, Endang Turmudi, menjelaskan penelitian bahasa yang terancam punah sebagai upaya membuat peta acuan.
Oleh karena itu, ujarnya, penelitian ini melihat konsepsi, struktur dan dinamika pemaknaan terhadap berbagai persoalan kehidupan.
“Jika jumlah penutur kurang dari 25 ribu, maka bahasa itu akan punah,” ujar dalam sebuah diskusi bertema Kebahasaan dan Kebudayaan Etnik Minoritas: Strategi Pemertahanan dan Dokumentasi, Rabu (12/12).
Di Indonesia terdapat 726 bahasa. Sebanyak 719 di antaranya masih hidup. Bahasa tersebut tidak semua berada dalam kondisi sehat karena hanya dituturkan sekitar 1.000-5.000 penutur. (ps/intim)